Home | About Me | Contact Us | Slide | Lomba | Politik| Video | Buku Tamu | Ketentuan | Gallery

Selamat datang di my web blog, blog ini berisi sebuah ulasan singkat tentang dunia pendidikan dilihat dari teropong potret pendidikan pada masa kini dimana pendidikan sudah mulai bergulir ke arah yang berorientasi materi. Sebuah peneropongan ini mudah-mudahan menjadi ulasan yang menarik dan patut diangkat sebagai opini publik yang perlu di carikan solusi. Semoga ulasan yang singkat ini dapat menjadi bahan bacaan yang menarik dan patut diperbincangkan oleh kita semua. Bila dalam penulisan terdapat kesalahan mohon sudi kiranya untuk memberikan koreksi melalui email : blogkangarya@gmail.com. Terima kasih dan selamat membaca. Salam Admin Blog


Hosting Gratis

Kamis, 30 Juni 2011

Sekolah Unggulan


Sekolah Paforit di Kabupaten Bekasi

SMA Negeri 1 Cikarang dapat dibilang sekolah dengan sebutan Sekolah Unggulan di Kabupaten Bekasi. Banyak sudah siswa yang ditelurkan dan lulus di perguruan tinggi negeri maupun swasta. Mulai dari gedungnya yang bertingkat, lapangannya yang luas, sarana dan prasarana yang sudah memakai teknologi yang canggih menambah kemahsyuran sekolah ini dimata orang tua siswa.


Selasa, 28 Juni 2011

Admin Blog

Admin Blog

Terasa tidak pernah merasa puas dalam bereksplorasi membuat blog, hanya dengan memiliki satu blog, rasanya seperti makan satu sendok saja. Begitulah tentang saya. Perkenalkan nama saya Ade Sutarya, biasa dipanggil Kang Arya


Saya lahir di Bekasi, sekitar 29 tahun yang lalu, dari pasangan suami istri keturunan penggarap sawah. Hidup dalam kesederhanaan dan keharmonisan rumah tangga. Saat ini saya aktif di kegiatan organisasi sosial, berwisraswasta, kuliah dan menikmati hidup apa adanya.

Tak banyak catatan penting dalam sejarah hidup saya, namun inilah saya apa adanya tak perlu pamer identitas namun Anda-lah yang menilai siapa diri ini yang sebenarnya. Saya muncul dalam dunia maya sebagai perwujudan bahwa menulis adalah bagian dari kehidupan saya dalam sisi yang lain.

Berbekal pendidikan di SMA Negeri 1 Cikarang Utara, tahun 2001 tak mampu merubah diri saya menjadi pribadi yang berpangkat dan berkedudukan sebagai insan yang disegani, layaknya bangsawan. Tapi saya memiliki prinsip, inilah saya apa adanya.

Namun hati saya tergugah bila melihat kemiskinan merajalela, pendidikan ditelantarkan dan kesewenangan para penguasa yang dzolim menguasai dunia. Tak heran bila terkadang tetesan air mata menetes ketika berpapasan dengan orang tua renta yang mengemis di jalan. Dimanakah hati nurani mereka yang berkecukupan yang berfoya-foya dalam penderitaan orang miskin.

Rasanya tak cukup dalam sehari untuk menuliskan rangkaian kata betapa menderitanya mereka anak-anak jalanan yang mengais sampah untuk menyambung hidup. Sementara si pejabat yang bejat duduk disinggasana dengan memakai jas dan dasi uang rakyat.

Inilah realita, saya hanya menulis dan inilah saya apa adanya.

Salam Kang Arya

Menari-nari Diatas Penderitaan Orang Lain

MENARI-NARI DIATAS PENDERITAAN ORANG LAIN
Oleh: Ade Sutarya

Dalam hati kecil ku berkata, aku benci dengan orang-orang yang berpangkat yang sewenang-wenang kepada bawahan.

Aku tahu mereka itu berpendidikan yang notabene lulusan Universitas atau sekolah tinggi yang dapat dibilang memiliki kredibiltas dan kompetensi tinggi. Tapi tidak menurutku mereka lebih kejam dari pejahat, mereka lebih cocok dijuluki penjahat berdasi yang memeras keringat orang miskin. Aku sadari aku adalah lulusan SMA yang kurang memiliki skill apalagi dengan pendidikan yang minim dan hanya membawa selembar ijazah untuk melamar sebuah pekerjaan.


Mereka memperlakukan bawahan seperti seorang babu (pembantu rumah tangga) sama sekali tidak dianggap sebagai rekan kerja atau partener isitilah kerennya. Kami sadar pendidikan kami rendah dan tak layak untuk angkat suara apalagi memberikan ide. Tugas kami hanyalah bekerja menurut instruksi. Terus menerus hingga kami jenuh dalam pekerjaan yang stagnan tanpa motivasi dan support dari mereka. Mereka sibuk dengan urusan mereka sendiri.

Suasana tempat pekerjaan begitu bising hingga telinga kami sudah tak asing lagi dengan suara itu. Wajah-wajah itu tetap masih ada dan kadang dari beberapa wajah-wajah itu keluar dari tempat pekerjaan karena tanda tangan kontrak telah habis. Aku bingung dengan tingkah laku mereka yang sombong dan angkuh terhadap bawahan, seakan jijik melihat wajah kami yang penuh debu dan kotoran produksi. Kami dianggap sebagai manusia rendah dan tak berharga di mata mereka.

Demi uang dan kehidupan yang layak mereka memenjarakan aspriasi kami, mereka memenjarakan apa keinginan kami, mereka hanya memerintah dan tak pernah bertanya tentang keluhan kami selama berkerja. Tak ubahnya kami hanya sapi perahan yang selalu dikuras dan diberi umpan kemudian lalu dikuras lagi. Apa bedanya dengan kerja rodi. Sementara itu sesama rekan kerja pun saling sikut-sikutan dan individualistis. Persahabatan tak begitu terasa, egois dan egois. Mereka hanya mementingkan diri mereka sendiri. Aku benci dengan mereka semua yang tak pernah peduli dengan kami.

Aku percaya masih ada dari mereka-mereka itu yang peduli denganku. Terima kasih buat sahabat-sahabatku yang masih peduli denganku. Aku rindu dengan kalian, sayang sekali waktu dan tempat telah memisahkan kita. Tapi aku yakin suatu saat kalian akan membaca tulisanku ini.


Realita Pendidikan

Realita Pendidikan Masa Kini
Oleh : Ade Sutarya

Adanya Ketimpangan antara Pusat dan Daerah
Tak iba rasanya ketika melihat sebuah berita di televisi swasta yang memberitahukan tentang salah satu sekolah di perkampungan yang jauh dari pusat kota memiliki kondisi bangunan yang mulai retak dan diperkirakan akan roboh jika tidak segerapa ditanggapi dengan serius oleh pemerintah daerah setempat. Ada pula anak-anak Sekolah Dasar yang menangis ketika bangunan sekolahnya ditutup dan disegel oleh pemilik lahan karena bangunan yang ada di atas lahan itu bukanlah milik pemerintah melainkan masih sewa. Ternyata masih ada kondisi pendidikan di daerah yang masih kurang diperhatikan baik dari segi fasilitas bangunan maupun kelayakan belajar.


Kasus serupa juga menimpa seorang guru Sekolah Dasar yang memiliki penghasilan Rp. 300.000,- per bulan dan sudah beberapa kali mengajukan diri menjadi CPNS namun tak kunjung berhasil. Terpaksa ia mencari penghasilan sebagai pemulung guna mencukupi kebutuhan keluarganya. Itu adalah salah satu contoh dari sekian banyak guru yang belum difasilitasi kebutuhannya oleh pemerintah. Sementara itu di kota-kota besar seperti Jakarta yang dekat dengan pusat pemerintahan kehidupan guru sangat diperhatikan entah itu PNS atau honorer. Sepertinya ada ketimpangan antara kota dan daerah.

Pernahkah Anda berkunjung ke suatu daerah yang terpencil dan memperhatikan sekolah-sekolah yang ada di daerah tersebut, sebagai contoh di daerah Papua. Bagimanakah kegiatan pendidikan disana? Apakah Anda mendapati bangunan sekolah itu berlantai keramik, gurunya menggunakan kendaraan roda empat, siswanya berpakaian seragam lengkap? Tentu mungkin berbeda dengan di tempat Anda sekarang.

Sepertinya dan memang ada ketimpangan yang amat jauh berbeda antara pusat kota dengan daerah. Katakanlah pulau Jawa dan pulau Papua. Dari segi perekonomian dan transportasi tak sebaik dengan di Pulau Jawa. Apakah yang terjadi dengan pendidikan di Indonesia, yang membedakan tempat, status sosial, kepercayaan, adat istiadat. Beginikah realitas pendidikan di Indonesia.

Standarisasi Kelulusan
Beberapa tahun belakangan ini murid-murid sekolah lanjutan sangat prustasi menghadapi ujian akhir sekolah atau yang sekarang disebut UN (Ujian Nasional). Beginilah kebijakan pemerintah pusat terhadap pendidikan di Indonesia yang siap ataupun tidak siap harus melaksanakan program pemerintah yang sebetulnya sangat memaksakan. Memang kebijakan ini patut didukung karena untuk membangkitkan semangat belajar siswa untuk mengikuti ujian kelulusan. Tapi dengan kondisi yang ada sekarang nampaknya belum dapat dilaksanakan serempak diseluruh Indonesia.

Kondisi wilayah Indonesia yang beraneka ragam bentuk mulai dari sosial, budaya, politik, dan beraneka ragam corak perbedaan yang ada di seluruh pulau-pulau baik secara geografis maupun demografis mencerminkan bahwasannya standar pendidikan pun berbeda-beda. Dipusat kota yang dekat dengan beraneka ragam buku-buku, alat-alat praktek, ruang labolaturium yang komplit dan kualitas guru-guru yang kompeten di bidangnya memungkinkan kegiatan pendidikan yang baik dan menciptakan iklim pendidikan yang modern. Tidak demikian dengan di daerah yang terpencil dan jauh dari pusat kota yang dengan keadaan yang serba minim dan ketersediaan tenaga pengajar yang minim, sarana dan prasarana yang seadanya apakah mungkin dapat mengikuti standarisasi yang telah digulirkan oleh pemerintah pusat itu? Jabannya adalah tidak.

Kalaupun harus memaksakan siswa tersebut harus lulus ujian nasional, berbagai cara akan diusahakan oleh pihak sekolah masing-masing, yang tentunya jalan ilegal pun akan diupayakan agar siswa-siswinya lulus ujian nasional. Sudah banyak bukti yang terjadi di sekolah-sekolah lanjutan bahkan di stasiun televisi pun sudah terungkap sekolah-sekolah yang membocorkan soal UN kepada siswa-siswinya. Beginikah realita pendidikan masa kini.

Kini yang menjadi pertanyaan apalagi kebijakan yang akan dilontarkan pemerintah guna menciptakan standar kelulusan yang baik dan tepat sasaran. Dan bagaimana upaya pemerintah daerah untuk mendukung kebijakan pemerintah pusat dalam menciptakan kecerdasan bangsa sesuai dengan amanat UUD 1945, semoga kebijakan pemerintah selalu adik kepada seluruh warga masyarakatnya serta tidak membedakan status sosial, daerah dan budaya.

Dan upaya kita sebagai masyarakat adalah terus berjuang untuk menegakkan pendidikan yang baik, dimulai dari diri kita, keluarga dan masyarakat.

Senin, 27 Juni 2011

Bermimpi Kuliah dan Menjadi Orang Sukses


Bermimpi Kuliah dan Menjadi Orang Sukses
Oleh : Ade Sutarya


Ketika matahari terbit di ufuk timur dengan sinarnya yang masih kemerah-merahan berselimut awan. Gunung-gunung nampak berwarna kebiru-biruan dan diatasnya melintas pelangi dengan aneka warna yang sangat indah dan menawan hati setelah semalam hujan rintik turun dengan ditemani semilir angin yang berhembus diantara celah-celah bilik rumah.

Suara jangkrik malam itu tergantikan oleh nyanyian suara ayam yang berkokok bersahutan dari sudut setiap rumah warga. Dan kesunyian malam mulai berubah menjadi sorak-soray anak-anak kecil yang berlarian menyabut hari yang baru. Nampaknya sawah dan ladang sedang menantikan kedatangan pak tani yang siap untuk menggarapnya. Pedagang pun sibuk berjualan di pasar. Begitulah kehidupan di sebuah desa. Penuh dengan kedamaian, keharmonisan, rasa solidaritas antar warga yang dijunjung tinggi, nilai-nilai agama dan sosial masih sangat melekat disetiap hati sanubari masyarakat pedesaan.

Betapa indahnya anak-anak itu menari-nari dan bernyanyi bersama orang tuanya, sebagian lagi bersekolah dan memakai pakaian sekolah yang bagus-bagus, sepatu yang bagus, tas yang bagus sehingga anak-anak itu merasa senang dan ceria serta penuh semangat untuk belajar. Berkumpul dan bermain bersama teman-temannya. Pergi sekolah dan pulang diantar-jembut dengan kendaraan roda empat. Uang saku yang selalu tercukupi, sandang dan pangan yang senantiasa ada membuat sang anak menjadi semakin cerdas. Sementara orang tuanya selalu memberikan bimbingan dan arahan agar kelak anak-anaknya menjadi lebih baik lagi dari orang tuanya. Do'a yang selalu dipanjatkan usai sholat untuk sang anak dan belaian kasih sayang yang tiada hentinya dikala sang anak akan tidur di waktu malam.

Menelusuri sebuah jalan yang berkerikil dan berbatu, seorang anak dengan membawa sebuah karung, dengan pakaian yang kotor berjalan diantara tong-tong sampah disisi jalan. Membuka setiap tong dengan harapan akan ada sampah botol aqua dan sampah kardus. untuk dijualnya kepada penadah. Pagi sampai malam ia mengais rejeki untuk makan dari hasil penjualan sampah-sampah itu demi menyambung hidup. Wajahnya yang mulai pucat dan tubuhnya yang lunglai pertanda ia harus istirahat, namun kemanakah ia akan tidur.

Inilah sebuah kisah kehidupan sosial yang mencerminkan suatu keadaan yang bertolak belakang antara kemiskinan dan standar kelayakan untuk kehidupan dan memperoleh pendidikan bagi anak-anak yang layak dan pantas bagi setiap warga negara Indonesia. Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945,

Pasal 4 UU No 2/1989 rumusannya adalah "Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan".
(sumber: one.indoskripsi.com)

Bagi sebagian orang pendidikan adalah kebutuhan yang harus dipenuhi tetapi sebagian lagi memandang pendidikan menjadi nomor dua setelah berurusan dengan perut (kehidupan ekonomi. pen). Perhatian pemerintah terhadap standar pendidikan yang amat berat ini merupakan hizab (pembatas) yang amat tegas membedakan antara orang kaya dan orang miskin. Bangku sekolah dan kursi kuliah adalah milik segelintir orang yang memiliki uang, deposit, saham dan kecukupan uang. Tapi bagi pengais sampah aqua dan kardus kursi kuliah hanyalah impian yang berlalu di kala malam tiba dan hilang dikala fajar terbit.

Setiap orang ingin hidupnya sukses dan enggan menjadi orang miskin. Tidak semua orang yang hidup di muka bumi ini dilahirkan dari garis kelahiran darah biru atau darah hijau. Begitupula dengan pendidikan, tentu semua orang ingin mendapatkan pendidikan yang layak. Dengan tujuan hidupnya dapat lebih baik lagi. Apakah mampu seorang pengais sampah dapat duduk di kursi kuliah dengan uang SPP yang begitu mahal? Apakah mampu ia membeli buku yang disarankan dosen untuk dipelajari sementara uang pendapatannya hanya cukup untuk makan dan uang sewa untuk tidur ?

Disisi lain para pendidik yang bertitel Pegawai Negeri Sipil mendapatkan tempat di era kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhono dengan kenaikan penghasilan tetapnya. Tapi perhatian terhadap anak-anak yang ingin mengenyam pendidikan masih kurang maksimal.

Dilihat secara persentase, jumlah total siswa yang putus sekolah dari SD atau SMP memang hanya berkisar 2 hingga 3 persen dari total jumlah siswa. Namun, persentase yang kecil tersebut menjadi besar jika dilihat angka sebenarnya. Jumlah anak putus sekolah SD setiap tahun rata-rata berjumlah 600.000 hingga 700.000 siswa. Sementara itu, jumlah mereka yang tidak menyelesaikan sekolahnya di SMP sekitar 150.000 sampai 200.000 orang.
(sumber: www.menegpp.go.id)

Janji-janji para calon pemimpin sewaktu kampanye dengan iming-iming sekolah gratis hanya menjadi wacana saja belum dapat direalisasikan sebagaimana janjinya sewaktu berkampanye dahulu kala. Hal itu hanya untuk menggapai tujuan pribadi saja dan bukan semata-mata datang dari hati sanubarinya melainkan ada kepentingan dibalik itu.

Pemerintah hendaknya pemberikan perhatian khusus kepada kelayakan pendidikan bagi setiap anak yang ingin mengenyam pendidikan, bukan hanya untuk yang mampu namun yang tidak mampu pun semestinya dapat merasakan hal yang sama. Pemerataan pendidikan bagi setiap warga Indonesia berarti sesuai dengan amanat UUD 1945.

Jadi dengan demikian, kuliah bukan lagi menjadi mimpi tetapi menjadi kenyataan.